Powered By Blogger

Jumat, 11 Februari 2011

TUBAN

Yang menjadi permulaan ceritera sejarah ini ialah pada waktu Negara Pajajaran yang semula berpusat dekat Ciamis, diperintah oleh seorang raja yang bernama Prabu Banjaransari.
Pada waktu sang Prabu Banjaransari ini memerintah, keadaan Negara Pajajaran aman sejahtera dan rakyatnya hidup makmur, sehingga nama sang Prabu Banjaransari termasyhur bukan saja di dalam negeri, tetapi juga sampai di luar negeri.
Sang Prabu Banjaransari mempunyai banyak putra, akan tetapi sebagai pokok pangkal sejarah Tuban ini kita mengambil salah satu di antara para putra sang Prabu Banjaransari tersebut, yakni Raden Arya Metahun, yang kelak menurunkan para Bupati Tuban. Sang Prabu Banjaransari berputra Raden Arya Metahun. Raden Arya Metahun berputra Raden Arya Randu Kuning.

I. Kabupaten Lumajang Tengah
Raden Arya Randu Kuning ini mengembara ke arah timur, dengan seizin neneknya yakni sang Prabu Banjaransari. Sampai di sebelah utara Kalakwilis Kecamatan Jenu Tuban. Raden Arya Randu Kuning menghentikan pengembarannya, dan kemudian membuka Hutan Srikandi yang terletak di tepi pantai dekat Gunung Kalakwilis untuk dijelmakan menjadi sebuah negara. Berkat keinginan dan kemauannya untuk menjadi bupati disertai dengan bekerja keras, maka lama-lama Hutan Srikandi menjadi sebuah perkampungan, yang akhirnya menjadi sebuah kabupaten yang diberi nama Kabupaten Lumajang Tengah dengan Raden Arya Randu Kuning sebagai bupatinya, yang kemudian bergelar Kyai Ageng (Kyai Gede Lebe Lontong + permulaan abad 12).
Alkisah ketika Kyai Gede Lebe Lontang menjadi Bupati Lumajang Tengah negara dalam keadaan aman, sentosa, gemah ripah loh jinawi, rakyat hidup makmur. Itu semuanya berkat kebijaksanaan dan kesaktian yang menimbulkan pribawa pribadi sang Bupati Lebe Lontang yang diperoleh dengan melakukan yoga, dan selalu berikhtiar dengan menggunakan daya kekuatannya agar kerajaan dan rakyatnya selalu hidup makmur, aman dan sejahtera.
Bekas wilayah Lumajang Tengah didapat kembali dalam hutan sebelah timur laut tempat pemberhentian Kereta Pos Bogang (Kecamatan Jenu).
Kyai Ageng Lebe Lontang ini menjadi bupati di Lumajang Tengah lamanya 22 tahun.

II. Kabupaten Gumenggeng
Kyai Ageng Lebe Lontang berputra seorang bernama Raden Arya Bangah, yang mempunyai kesaktian lebih dari ayahnya, lagi pula mempunyai paras yang elok, sehingga para gadis remaja jatuh cinta dengan tidak disadari oleh Arya Bangah.
Akan tetapi setelah ayahnya mangkat, Raden Arya Bangah tidak mau diangkat menjadi Bupati Lumajang Tengah menggantikan ayahnya, tetapi Raden Arya Bangah mempunyai keinginan keras akan mendirikan kabupaten sendiri. Akhirnya diputuskan pergi mengembara menuju ke arah selatan dengan diikuti keluarga dan rakyatnya. Setelah sampai di kaki gunung Rengel, Raden Arya Bangah beserta pengikutnya menghentikan perjalanan. Dan kemudian membuka hutan akan dijadikan perkampungan.
Lama-lama perkampungan tersebut menjadi sebuah kabupaten yang diberi nama Gumenggeng. Sebagaimana ayahnya, Kabupaten Gumenggeng ini menjadi kabupaten yang aman sejahtera, dan rakyatnya hidup tenang dan makmur. Bekas kabupaten tersebut sekarang menjadi Desa Banjaragung (Kecamatan Rengel).
Raden Arya Bangah mempunyai seorang putra bernama Arya Dandang Miring. Setelah memerintah 22 tahun, Raden Arya Bangah mangkat. Semasa hidup ayahnya, Redan, Arya Dandang Miring ini suka bertapa, kadang-kadang mengembara di tempat-tempat yang sunyi, dengan maksud minta kepada para dewata, agar keturunannya kelak dapat menjadi bupati prajurit dan negara yang akan diperintahnya selalu dalam keadaan aman tenteram, lagi pula rakyatnya dapat hidup makmur. Karena sangat kuat dan tabahnya Raden Arya Dandang Miring menyatukan cipta dan kehendaknya, akhirnya permintaannya dikabulkan oleh dewata yang mulia dan dalam bersamadi, Raden Arya Dandang Miring mendapatkan ilham yaitu : Semangkat ayahnya kelak, ia tidak diperkenankan menjadi bupati di Gumenggeng, sebab kalau tetap menjadi bupati di Gumenggeng, apa yang dicita-citakan tidak akan tercapai. Untuk mencapai cita-cita itu ia harus membuka hutan sendiri yang letaknya di sebelah barat laut dari Kabupaten Gumenggeng, dan lagi kabupaten tersebut hanya khusus untuk Raden Arya Dandang Miring sendiri. Permintaannya baru terkabul jika putranya kelak membuka hutan yang bernama Papringan dan setelah dibuka, supaya diberi nama Tuban. Dan putranya itulah kelak yang dapat menurunkan para Bupati Tuban turun temurun dan Kabupaten Tuban akan menjadi kabupaten yang aman tenteram, lagi rakyatnya hidup makmur sesuai dengan permintaannya, juga akan menjadi tempat peristirahatan (makam) para wali atau para aulia dari Negeri Arab, kalau sudah tiba waktunya. Zaman itu adalah zaman masuknya kebudayaan Hindu di Pulau Nusantara dan menurut ramalan itu, kelak Tuban akan memasuki babak baru dimana agama Islam mulai berkembang (3 abad kemudian yaitu abad 15). Perintah Dewata yang mulia (ilham) yang diterima itu, dilaksanakan oleh Raden Arya Dandang Miring.

III. Kabupaten Lumajang
Oleh karenanya setelah ayahnya mangkat Raden Dandang Miring tidak mau menggantikan ayahnya menjadi Bupati Gumenggeng, akan tetapi memerintahkan kepada semua penggawa dan rakyatnya membuka hutan yang bernama Ancer yang letaknya di sebelah barat laut Kabupaten Gumenggeng. Setelah pembukaan hutan tersebut selesai, lalu diberi nama Lumajang. Raden Arya Dandang Miring berputra seorang yang diberi nama Raden Dandang Wacana, parasnya sangat bagus, sakti lagi berbudi maha pendeta utama, dengan demikian sangat dikasihi oleh rakyatnya. Sedang Bupati Raden Arya Dandang Miring memerintah Negara Lumajang dengan aman sentosa, rakyat dan penggawa sangat kasih kepada beliau. Negara dan rakyat dalam keadaan aman sentosa, sehingga penduduknya tidak mengenal pencuri dan kekurangan. Setelah Raden Arya Dandang Miring memerintah Lumajang selama 20 tahun, kemudian mangkat. Sebelum beliau mangkat, beliau berpesan kepada putranya Raden Arya Dandang Wacana supaya melakukan ilham yang diterima dari dewata mulia, yakni membuka Hutan Papringan untuk dijadikan negara.
Semangat ayahnya, Raden Arya Dandang Wacana melaksanakan apa yang diperintahkan oleh ayahnya. Rakyat beserta penggawa Kabupaten Lumajang, diperintahkan membuka Hutan Papringan dan setelah pembukaan tersebut selesai, kemudian diberi nama Tuban.

IV. Kabupaten Tuban
Pada waktu pembukaan Hutan Papringan, keluarlah dengan tidak terduga Sumber Air, Metu Banyu (bahasa Jawa) yang kemudian disingkat menjadi Tu-Ban, merupakan nama wilayah kabupaten yang spontan diberikan oleh Raden Arya Dandang Wacana, sumber air ini sangat sejuk dan meskipun terletak di tepi pantai utara Pulau Jawa, mata air tadi tidak bergaram, lain halnya dengan pantai kota-kota lainnya.

Bupati ke I
Dalam pemerintahan Raden Arya Dandang Wacana negara dan rakyat selalu dalam keadaan aman dan sejahtera, pencuri perampok tidak dikenal oleh penduduk. Sandang pangan berlimpah-limpah, penduduk tak pernah merasa kekurangan. Siang malam selalu ramai, hampir tak ada bedanya. Oleh karena itu penduduk sangat cinta dan kasih kepada sang Bupati Raden Arya Dandang Wacana.
Setelah 3 tahun memegang pemerintahan Raden Arya Dandang Wacana memerintahkan membuat Pesanggrahan. Pesanggrahan ini dikelilingi parit dan kolam, ditanami dengan aneka macam pohon yang menyebabkan Pesanggrahan tersebut rindang dan membuat pemandangan yang sangat indah dan menarik. Pesanggrahan tersebut kini diberi nama “Bekti” dan nama ini diambilkan dari kata “Pangabekti” (bahasa Jawa). Sebab jika sang Bupati Raden Arya Dandang Wacana sedang beristirahat di Pesanggrahan tersebut, banyak penggawa dan rakyat yang berdatang sembah (mengabekti). Dan sekarang Pesanggrahan dan desa tersebut namanya menjadi “Bektiharjo” (Harjo = rejo, banyak pengunjung). Perlu diketahui bahwa Raden Arya Dandang Wacana juga berganti nama Kyai Gede Papringan. Setelah memerintah 20 tahun Bupati Dandang Wacana mangkat, jenazahnya dimakamkan di dekat Kaligunting Desa Prunggahan Kulon, Kecamatan Semanding.
Kabupaten Tuban yang tersebut pertama tadi, sekarang menjadi 3 desa yakni : “Dukuh Trowulan, Desa Prunggahan Kulon dan Desa Prunggahan Wetan.” Hingga sekarang para wanita kelahiran 3 desa tersebut, terkenal akan kecantikannya dan terdapat ciri khas yakni “dekik” (bahasa Jawa) pada pipinya. Kecantikan wanita-wanita tersebut bagaikan bidadari yang mengejawantah, oleh karena itu para pemuda boleh pilih untuk dijadikan teman hidupnya. Agar mudah diingat, para bupati yang pernah memerintah dalam Kabupaten Tuban, kami beri nomor urut.
Bupati pertama dari Kabupaten Tuban ialah Raden Arya Dandang Wacana (Kyai Ageng Papringan, sebab Raden Arya Dandang Wacanalah yang mendirikan kabupaten dengan nama Tuban. Menurut babad Tuban karangan E.J. Jasper, Tuban merupakan daerah Andahan, (vazalstaat) dari Majapahit, sejak Arya Dikara menjadi Bupati Tuban, bupati yang terakhir ini (yang ke 6 dari daftar Bupati Tuban) setelah mempunyai menantu Syeh Ngabdur¬rahman, kemudian memeluk agama Islam (abad ke15). Kyai Ageng Papringan berputra 2 orang, yakni Nyai Ageng Lanang Jaya dan Nyai Ageng Ngeksa. Nyai Ageng Lanang Jaya berputra seorang yang diberi nama Raden Ronggolawe, Nyai Ageng Ngeksa berputra seorang yang diberi nama Raden Arya Kebo Anabrang.

Bupati ke II
Setelah neneknya mangkat (Kyai Ageng Papringan) yang menggantikan jadi bupati yakni cucunya Raden Hariyo Ronggolawe. Setelah Raden Hariyo Ronggolawe memegang tampuk pemerintahan, rumah kabupaten dipindah sebelah barat Guwo Akbar. Bekas kabupaten sekarang dipergunakan untuk makam Bakung Kecamatan Semanding).

Bupati ke III
Sesudah Raden Ronggolawe mangkat, Raden Sirolawe menggantikan ayahnya menjadi Bupati Tuban. Beliau memerintah selama 15 tahun dan mangkat.

Bupati ke IV
Raden Hariyo Sirolawe berputra seorang bernama Raden Hariyo Sirowenang dan setelah ayahnya mangkat ia menjadi bupati. Pemerintahan Sirolawe berlangsung selama 43 tahun.

Bupati ke V
Setelah Raden Hariyo Sirowenang mangkat, diganti oleh puteranya, Raden Hariyo Lena. Pemerintahan berlangsung selama + 52 tahun dan pada pemerintahannya rumah kabupaten dipindahkan ke Desa Doromukti (Kecamatan Kota Tuban).

Bupati ke VI
Setelah mangkatnya Raden Hariyo Leno, Raden Hariyo Dikara puteranya menggantikan menjadi bupati. Beliau memerintah selama 18 tahun dan kabupatennya berdiri tetap di Desa Doromukti. Beliau mempunyai putera 2 orang yakni : Raden Ayu Hariyo Tejo dan Kyai Ageng Ngraseh. Kemudian Raden Ayu Hariyo Tejo menjadi isteri Syeh Ngabdurahman, putera Syeh Jali/Syeh Jalaludin/Kyai Makam Dawa/Ngalimurtala dari Gresik (saudara Sunan Ngampel). Sejak pemerintahan Bupati Raden Dikara, Bupati Tuban memeluk agama Islam.

Bupati ke VII
Setelah Bupati Raden Hariyo Dikara mangkat yang menggan¬tikan menantunya Syeh Ngabdurahman dan kemudian berganti nama Raden Hariyo Tejo. Beliau memerintah selama + 41 tahun (tahun 1460). Dibawah pemerintahan Bupati Raden Hariyo Tejo inilah, maka Tuban sebagai daerah andalan Majapahit, turut memberontak membantu Raden Patah melawan Brawijaya. Majapahit jatuh kedalam kekuasaan Raden Patah tahun 1478, yang kemudian menjadi Sultan Demak dan sejak itu Tuban ada di bawah Demak.
Bupati ke VIII
Raden Hariyo Tejo mempunyai seorang putera yang diberi nama Raden Hariyo Wilatikta dan setelah ayahnya mangkat, beliau yang menggantikan. Pemerintahan Bupati Hariyo Wilatikta ini berlangsung selama + 40 tahun.

Bupati ke IX
Setelah Raden Hariyo Wilatikta mangkat, yang menggantikan menjadi bupati ialah Kyai Ageng Ngraseh, yang kemudian kawin dengan Putera Raden Hariyo Wilatikta. Setelah memerintah + 40 tahun mangkat.
Bupati ke X
Perkawinan Kyai Ageng Ngraseh dengan putra putri Raden Hariyo Wilatikta berputera seorang yang diberi nama Kyai Ageng Gegilang yang kemudian menggantikan ayahnya. Pemerintahannya berlangsung selama + 38 tahun.

Bupati ke XI
Penggantian Kyai Ageng Gegilang ialah yang bernama Kyai Ageng Batabang. Beliau mangkat setelah memerintah selama 14 tahun lamanya.

Bupati ke XII
Pengganti Bupati Kyai Ageng Batabang ini putra tunggalnya ialah Raden Hariyo Balewot. Beliau memerintah selama + 56 tahun kemudian mangkat.

Bupati ke XIII
Bupati Hariyo Balewot mempunyai 2 orang putra yakni Pangeran Sekartanjung dan Pangeran Ngangsar. Setelah Bupati Raden Hariyo Balewot mangkat yang menggantikan ialah puteranya sulung yaitu Pangeran Sekartanjung.
Bupati ini terbunuh waktu beliau sedang bersembahyang Jum’at dengan ditusuk Pusaka Lilam Upih yang bernama Kyai Loyan dari belakang oleh adiknya yaitu Pangeran Ngangsar. Tusukan ini menembus punggung dan dada dan akhirnya Bupati Pangeran Sekartanjung mangkat. Pemerintahannya berlangsung selama + 22 tahun dan mempunyai putra 2 orang yaitu Pangeran Hariyo Permalat dan Hariyo Salampe, waktu ayahnya mangkat kedua putranya masih kecil.

Bupati ke XIV
Pengganti Bupati Pangeran Sekartanjung ialah adiknya Pangeran Ngangsar. Baru memerintah 7 tahun beliau mangkat.

Bupati ke XV
Setelah Bupati Pangeran Ngangsar mangkat, yang menggantikan ialah Pangeran Hariyo Permalat, sekira pada tahun 1568 bupati ini kemudian kawin dengan putra putri Kanjeng Sultan Pajang (Raden Jaka Tingkir), Raden Jaka Tingkir menjadi Sultan Pajang tahun 1568 dan Tuban termasuk daerah kekuasaannya.
Beliau mempunyai seorang putra diberi nama Pangeran Dalem. Setelah memerintah selama + 38 tahun kemudian mangkat, pada masa itu Pangeran Dalem masih kecil.

Bupati ke XVI
Karena Pangeran Dalem masih kecil, maka yang menggantikan Bupati Pangeran Hariyo Permalat ialah Hariyo Salampe. Pemerintahan bupati ini berlangsung selama + 32 tahun dan kemudian mangkat.

Bupati ke XVII
Setelah Bupati Hariyo Salampe mangkat, digantikan oleh Pangeran Dalem. Pada masa pemerintahan, beliau memindah rumah kabupaten ke Kampung Dagan (Kota Tuban) sebelah selatan Watu tiban. Di samping itu beliau mendirikan masjid dan benteng di luar kota, terletak di Guwo Akbar membujur dari timur ke barat. Pembuatan benteng ini, Kyai Mohammad Asngari yang ditugaskan, sebagian dari benteng ternyata belum dapat diselesaikan pada waktunya. Dan ketika hal ini diketahui oleh Bupati Pangeran Dalem, Kyai Mohamad Asngari dipanggil menghadap ke kabupaten. Setelah Kyai Mohamad Asngari menghadap, Bupati Pangeran Dalem memerintahkan agar benteng tersebut lekas dapat, diselesaikan, dan bilamana tidak, Kyai Mohammad Asngari akan menerima hukuman, hal mana disanggupi. Dengan hati sedih Kyai pulang dan pada malam harinya ia bersamadi. Permintaannya, dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa dan pada pagi harinya benteng yang dimaksud telah jadi dengan megahnya. Hal mana sangat mengagumkan penduduk di sekitarnya juga Bupati Pangeran Dalem. Karena indah lagi besar, maka benteng tersebut oleh Pangeran Dalem diberi nama Benteng Kumbakarna. Dan sejak itu pulalah maka Kyai Mohammad Asngari termashur karena kesaktian ilmunya.
Hal pembuatan benteng terdengar juga oleh Sultan Mataram Hanyakra Kusuma saudara dari Martadipura putra dari Panembahan Seda Krapyak (Panembahan Seda Krapyak putra dari Sutawijaya), dan diketahui pula bahwa Bupati Pangeran Dalem akan melepaskan diri dari Sultan Mataram (1614). Hal tersebut dapat diketahui oleh Sri Sultan dengan bukti Benteng Kumbakarna yang didirikan oleh Bupati Pangeran Dalem. Untuk membuktikan dugaan tersebut Sri Sultan secara diam-diam mengirimkan utusan ke Tuban untuk menyelidiki akan kebenarannya. Yang mendapat tugas menjadi mata-mata ialah Kyai Randu Watang. Dalam menjalankan tugas mata-mata tersebut, Kyai Randu Watang setibanya di Tuban menanam 2 batang pohon randu alas sebagai tanda bukti bahwa Kyai Randu Watang telah sampai di Tuban. Tugas yang diberikan oleh Sri Sultan dapat dilaksanakan dengan baik, dan dapat diketahui olehnya bahwa benar-benar Bupati Pangeran Dalem ingin melepaskan diri dari kekuasaan Mataram. Kemudian ia lekas-lekas kembali ke Mataram untuk melaporkan hal tersebut kepada Sri Sultan. Setelah Sri Sultan mendengarkan laporan itu beliau sangat murka. Untuk mencegah maksud Bupati Pangeran Dalem tersebut, Sri Sultan mengirimkan 35.000 orang prajurit yang dipimpin oleh Pangeran Pojok ke Tuban.
Sebaliknya Bupati Pangeran Dalem setelah mendengar bahwa Prajurit Mataram akan menyerang Tuban, beliau memerintahkan kepada semua prajurit berjaga-jaga akan segala kemungkinan yang akan terjadi. Kedatangan prajurit-prajurit Mataram disambut dengan pertempuran oleh Prajurit Tuban. Pertumpahan darah terjadi, dan kedua belah pihak menderita kerugian yang besar. Mula-mula prajurit-prajurit Tuban disemua medan mendapat kemenangan, tetapi karena jumlah prajurit Mataram lebih banyak, maka akhirnya Prajurit Tuban banyak yang lari dan menyerah (1619). Setelah diketahui bahwa Prajurit Tuban banyak yang lari dan menyerah Bupati Pangeran Dalem melarikan diri ke Pulau Bawean. Tetapi di Pulau Bawean beliau tidak lama tinggal kemudian pergi ke Desa Rajekwesi (Bojonegoro sekarang). Pada waktu itu Rajekwesi masih merupakan hutan dan di bawah pemerintahan Jipang Panolan. Setelah menetap 5 tahun lamanya di Rajekwesi, Pangeran Dalem mangkat dan dimakamkan di Desa Kadipaten terletak di sebelah timur Kota Bojonegoro.
Hingga kini makam tersebut masih ada, terkenal dengan nama makam Buyut Dalem. Pada waktu peperangan sedang berkobar, meriam pusaka Kyai Sidomurti yang ditempatkan di Desa Kepohdondong (Palang) hilang tak berbekas. Menurut E.J. Jasper, meriam tersebut asal hadiah dari Portugis atau dari Belanda dan jatuh di tangan Tentara Mataram. Setelah peperangan berakhir dengan kekalahan Tuban, Pangeran Pojok segera memberi laporan kepada Sri Sultan. Atas perintah Sri Sultan, Pangeran Pojok diizinkan menjadi bupati di Tuban.
Bupati ke XVIII
Pangeran Pojok memegang pemerintahan selama + 42 tahun. Pada Hari Gerebeg Maulud tahun Dal semua bupati di seluruh tanah Jawa datang ke Mataram untuk menghadap Sri Sultan. Demikian pula halnya dengan Bupati Pangeran Pojok. Tetapi ketika perjalanan beliau menuju Mataram sampai Blora, beliau mendadak sakit dan mangkat di situ juga. Jenazahnya dimakamkan di sebelah selatan alun-alun Blora. Pada waktu beliau mangkat para putra masih kecil, oleh karena itu tidak dapat menggantikan jadi bupati.

Bupati ke XIX
Penggantinya ialah Pangeran Anom adik Pangeran Pojok. Dan setelah Pangeran Anom memegang pemerintahan selama 12 tahun atas perintah Sri Sultan, Pangeran Anom diberhentikan dari jabatan. Di Kabupaten Tuban untuk sementara waktu, jabatan bupati ditiadakan dan hanya diberi perwakilan (Umbul) 4 orang yakni : 1. Wongsoprojo bertempat di Jenu, 2. Wongsohito bertempat di Gresik, 3. Wongsocokro di Kidulngardi, 4. Yudoputro bertempat di Singgahan.

Bupati ke XX
Selanjutnya yang jadi bupati ialah Pangeran Sujokopuro atau Yudonegoro dan kabupaten bertempat di Prunggahan Kulon (Kecamatan Semanding).

Bupati ke XXI
Untuk mengisi lowongan jabatan bupati di Tuban, setelah Yudonegoro, oleh Sri Sultan diangkat Arya Balabar atau Arya Blender asal dari Mataram. Dan pemerintahan Arya Blender, rumah kabupaten dipindahkan ke Kampung Kaibon yang terletak di sebelah selatan makam Kyai Kusen (Kota Tuban). Beliau mangkat setelah memerintah + 39 tahun, membuat masjid sebelah barat makam Sunan Bonang.

Bupati ke XXII
Pengganti Bupati Arya Balabar ialah Pangeran Sujonoputro, Bupati Japanan (Mojokerto). Pada masa pemerintahan bupati ini rumah kabupaten dipindahkan ke Desa Prunggahan (Semanding), pemerintahan beliau berlangsung selama 10 tahun, kemudian mangkat dan dimakamkan di Desa Boto.

Bupati ke XXIII
Yang menggantikan ialah Putra Pangeran Judonegoro. Beliau mangkat setelah memerintah 15 tahun dan jenazahnya dimakamkan di Giri.

Bupati ke XXIV
Setelah Bupati Pangeran Yudonegoro mangkat, penggantinya adalah Raden Arya Surodiningrat, bupati dari Pekalongan. Pada masa pemerintahan Raden Arya Surodiningrat, terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Raden Arya Diposono dan dibantu oleh Kyai Mangunjoyo asal dari Madura. Bupati Arya Surodiningrat mangkat dalam peperangan melawan kaum pemberontak setelah memegang pemerintahan selama 12 tahun lamanya.

Bupati ke XXV
Setelah dapat mengalahkan Bupati Raden Arya Suryodiningrat, Raden Aryo Diposono menggantikan jadi bupati. Setelah 16 tahun lamanya beliau memerintah Kabupaten Tuban, terjadilah peperangan melawan orang Madura. Peperangan ini berlangsung di Desa Singkul atau Sedayu. Raden Aryo Diposono mangkat dalam peperangan ini. Jenazahnya dimakamkan di Desa Singkul juga.
Bupati ke XXVI
Kyai Reksonegoro Patih Tuban setelah itu menjadi bupati berganti nama Kyai Tumenggung Cokronegoro. Mangkat setelah memerintah selama 47 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Desa Dagangan (Kecamatan Parengan). Karena banyak berjasa kepada negara, Kyai Tumenggung Cokronegoro diberi pangkat kehormatan “Adipati”, Menurut J.E. Jasper tahun 1773 Gubernur van de Burgh mengusulkan pada Sultan Mataram supaya Bupati Tuban Mas Reksonegoro atau Mas Tumenggung Cokronegoro dipecat, karena pemerintahannya memberatkan penduduk dan tak dapat memenuhi tugasnya membayar upeti pada pemerintahan Belanda.

Bupati ke XXVII
Pengganti Adipati Cokronegoro ialah putranya yakni Kyai Purwonegoro. Ketika pemerintahan Bupati Purwonegoro ini berlangsung + 24 tahun, beliau sakit dan mengambil perlop atau cuti dan pergi ke Demak. Sakit beliau tidak berkurang, bahkan makin parah, akhirnya mangkat dan jenazahnya dimakamkan di Demak juga. Bupati Purwonegoro juga terkenal dengan sebutan Bupati Perlop, yakni asal dari kata “perlop” atau “cuti”.

Bupati ke XXVIII
Setelah Bupati Purwonegoro mangkat, penggantinya ialah Bupati Kyai Lieder Surodinegoro (Lieder = Ridder in de Orde van Oranje Nassau = nama bintang jasa). Pemerintahan Bupati Kyai Lieder Surodinegoro ini hanya berlangsung selama 3 tahun dan kemudian mangkat.

Bupati ke XXIX
Setelah Bupati Lieder Suryoadiwijoyo mangkat, diganti oleh putranya, yakni Raden Suryoadiwijoyo atau Raden Tumenggung Suryodinegoro. Pada masa pemerintahannya beliau memerintahkan memindah rumah kabupaten ke Kampung Gowah (Desa Sendangharjo Tuban). Pembuatan rumah kabupaten ini dapat diselesaikan pada tanggal 1 Juli 1814. Pemerintahan Bupati Raden Suryoadinegoro ini berlangsung selama 12 tahun dan berhenti.
Bupati ke XXX
Pengganti Bupati Raden Suryoadinegoro ini adalah Bupati Pangeran Citrasoma ke VI, asal Bupati Jepara atau nomor VI urutan dari Jepara. Pemerintahan Bupati Pangeran Citrasoma ke VI ha¬nya berlangsung selama 6 tahun, kemudian dipindahkan ke Lasem. Selama 3 tahun, terus dipindahkan lagi ke Jepara. Pembuatan ru¬mah kabupaten tahun 1821, yang menjadi tempat kediaman para bupati sampai sekarang.

Bupati ke XXXI
Pengganti Bupati Pangeran Citrasoma ke VI ini ialah Bupati Pangeran Citrasoma ke VII atau dihitung dari Tuban, Citrasoma II. Setelah memerintah selama 20 tahun mangkat.

Bupati ke XXXII
Pengganti Bupati Citrasoma ke VII ialah Bupati Pangeran Citrasoma ke VIII atau dari Tuban ke III. Memerintah selama 20 tahun, kemudian pensiun.

Bupati ke XXXIII
Pengganti Bupati Pangeran Citrasoma ke VIII, ialah Bupati Raden Tumenggung Panji Citrasoma ke IX atau Tuban ke IV, setelah memerintah 22 tahun kemudian dipensiun.

Bupati ke XXXIV
Setelah Bupati Raden Tumenggung Citrasoma ke IX pensiun, diganti oleh Raden Mas Somobroto tahun 1892, setelah memerintah 4 bulan mangkat, jenazahnya dimakamkan di makam Astana Bonang.
Bupati ke XXXV
Setelah Raden Mas Tumenggung Somobroto mangkat diganti oleh menantunya ialah Raden Adipati Arya Kusumodigdo. Beliau mangkat setelah memerintah selama 16 tahun dan jenazahnya dimakamkan di Astana Makampati Tuban (tahun 1893¬1911).

Bupati ke XXXVI
Pengganti Raden Adipati Arya Kusumodigdo kakaknya Raden Tumenggung Pringgowinoto asal Patih Rembang 1911-1919. Pada tahun 1920 di Tuban dimulai jalan Kereta Api NIS.

BUPATI KE XXXVII : R.AA. PRINGGODIGDO/KUSUMODININGRTA 1919-1927
BUPATI KE XXXVIII : R.M.A.A. KUSUMOBROTO 1927-1944
BUPATI KE XXXIX : R.T. SUDIMAN HADIATMODJO 1944-1946
BUPATI KE XL : R.H. Mustain 1946-1956
BUPATI KE XLI : R. Sundaru 1956-1958
BUPATI KE XLII : R. Istomo 1958-1960
BUPATI KE XLIII : M. Widagdo 1960-1968
BUPATI KE XLIV : R. Soeparmo 1968-1970 (p.d.) (Penyusun Catatan Sejarah Tuban)
BUPATI KE XLV : R. H. Irchamni 1970-1975
BUPATI KE XLVI : H. Moch. Masdoeki 1975-1980
BUPATI KE XLVII : Surati Moersam 1980 - 1985
BUPATI KE XLVIII : Drs. Djoewahiri Marto Prawiro 1985 - 1991
BUPATI KE XLIX : Drs. H. Sjoekoer Soetomo 1991-
BUPATI KE XLX : Hindarto 1996 - 2001
BUPATI KE XLXI : Dra. Haeny Relawati Rini Widiastuti, MSi 2001 - sampai sekarang

Asal usul nama Tuban

Dalam masyarakat Indonesia khususnya Jawa, nama mengandung makna dan merupakan suatu hal yang bersifat sakral. Oleh karena itu nama Raja raja dibedakan dengan nama rakyatnya dan bagi masyarakat nama kecil berbeda dengan nama sesudah kawin. Beberapa pendapat tentang pemberian nama sebuah desa / daerah dikaitkan dengan :
I. Berdasarkan legenda
Dalam legenda mengenai  asal usul “Tuban” terkait dua tempat yang penting yaitu Watu Tiban dan Bektiharjo.
A. Watu Tiban
Ketika kerajaan Majapahit jatuh, semua harta kekayaan dibawa ke Demak. Salah satu harta kekayaan Majapahit yang dibawa ke Demak adalah pusaka kerajaan yang berbentuk batu dan pemindahannya dipercayakan pada sepasang burung bangau. Sesampai disuatu daerah, burung bangau yang sedang membawa batu pusaka diolok olok oleh anak anak pengembala dan karena marah maka jatuhlah batu pusaka kerajaan Majapahit. Adapun tempat dimana batu pusaka itu jatuh, dinamakan Tuban. Dengan demikian nama Tuban berasal dari kata “Wa(tu) Ti(ban)”. Dan ternyata batu tersebut berupa sebuah Yoni.
B. Metu Banyu
Sesuai dengan petunjuk yang di terima oleh Raden Dandang Wacono yaitu membuka hutan Papringan untuk dijadikan negara. Pada waktu pembukaan hutan papringan, keluarlah dengan tidak terduga sebuah sumber air. ari peristiwa”Me(tu) (Ban)yune” yang berarti keluar airnya, maka spontan Raden Aryo Dandang Wacono memberi naman tempat tersebut dinamakan Tuban. umber airnya sangat sejuk dan pada akhirnya tempat tersebut dinamakan “Bektiharjo’.
C. Nges(Tu)ake kewaji(Ban)
Menurut kebiasaan sehari hari masyarakat Tuban mudah      diarahkan untuk melaksanakan yang bersifat membangun. Sifat demikian dalam bahasa Jawa dikatakan : “Nges(Tu) kewaji(Ban).
II. Berdasarkan Etimologi
Dalam bahasa Jawa Kawi, Tuban berarti “Jeram’, sedangkan jeram itu sendiri adalah air terjun. Apabila kita lihat di Tuban terdapat air terjun yang terdapat di kecamatan Singgahan (air terjun nglirip) dan di kecamatan Semanding ( air terjun banyu langse ). ada kedua air terjun baik di nglirip maupun di air terjun banyu langse tidak ada data Arkeologi yang mendukung bahwa itu bekas suatu kota.
A. Data Arkeologi
Di Ngerong kecamatan Rengel terdapat arca Mahatula yang menunjukkan ciri jaman Singosari. Begitu pula terdapat pecahan keramik serta batu bata, selain itu wilayah kecamatan rengel di temukan pula prasasti Malengga dan Banjaran yang bertahun 1052 M.
B. Data Geografis
Rengel terletak di tepi Sungai Bengawan Solo yang jaman dulu    merupakan sarana penghubung utama. Ditepi sungai bengawan solo terdapat hamparan sawah yang subur serta pegunungan yang membujur dari arah utara sampai ke selatan. Hal ini sangat strategis ditinjau dari segi ekonomi maupun militer dalam mendukung pengembangan pusat pemerintahan.
BEBERAPA SUMBER SUMBER TERTULIS YANG BERKAITAN DENGAN         TUBAN.
Untuk mendukung penelusuran kapan berdirinya Tuban sebagai desa atau wilayah yang setingkat dengan kabupaten sekarang ini perlu pengkajian sumber tertulis yang berupa :
  1. Sumber tertulis berupa: Prasasti Kambang Putih, Prasasti Malengga, Prasasti Banjaran, Prasasti Tuban.
  2. Sumber tertulis berupa. Tentara Tar Tar dibawah pimpinan komando Sih-pie, Kau Sing dan Ike Messe, sebagian mendarat di Tuban dan sebagian meneruskan ke Sedayu. Dengan bantuan Raden Wijaya, tentara Tar-Tar dapat mengalahkan Jayakatwang dari Kediri dan pada akhirnya tentara Tar-Tar dapat di hancurkan oleh Raden Wijaya dengan bantuan Arya Wiraraja dari Sumenep. Setelah hancurnya tentara Tar-Tar, Raden Wijaya dinobatkan sebagai raja Mojopahit dengan gelar Sri Kertajasa Prawira.
  3. Sumber Tertulis Berita Luar Negeri. Berita Cina yang sangat penting adalah uraian Ma Hua dalam bukunya Ying Yai Shing Lan. Ma Hua adalah orang Tionghoa yang beragama Islam, yang mengiringi perjalanan Cheng Ho dalam perjalanan ke daerah daerah lautan selatan ( 1413 M – 1425 M ).

Watu Ondo yang Penuh Tantangan

Tujuan wisata yang satu ini cukup berbahaya, tetapi bagi yang suka tantangan di sinilah lokasinya. Berikut ini laporan wartawan kotatuban.com, Trawoco Hk, yangmenaklukan’ Watu Ondo yang indah tetapi sekaligus penuh tantangan itu.
Redaksi
WATU ONDO tak kalah menariknya dengan tujuan wisata lainnya di Tuban. Tapi ini  agak beda karena arti Watu Ondo adalah Tangga dari batu. Apalagi lokasi ini merupakan perpaduan antara tangga dengan tebing berbatu (penduduk setempat  menyebutnya gampeng).
Tujuan wisata ini juga jadi akses lalu lintas antara 3 dusun, yakni antara dusun Mbogor dengan dusun Ngendut serta dusun Secang dengan dusun Medokan.
Dusun Mbogor dan dusun Secang secara geografis terletak di atas tebing setinggi kurang lebih 20 sampai 30 meter, sedangkan dusun Medokan dan dusun Ngendut terletak di bawah tebing. Karena tidak ada sumber air, penduduk dua dusun tadi mengambil air dari mata air yang terdapat di dusun Ngendut atau Medokan. Dan Watu Ondo, merupakan akses menuju sumber air tersebut.
Terdapat 4 lokasi Watu Ondo, yakni:
1. ONDO Plating
Terdapat di pinggiran dusun Secang dan merupakan penghubung antara Secang dan Medokan. Gambaran tentang  Ondo Plating ini adalah sebatang bambu yang diletakkan secara vertikal terhubung langsung dengan celah-celah tebing.
Bila Anda ingin naik, anda harus meniti satu persatu anak tangga yang terbuat dari dari bambu tersebut . Setelah sampai puncak, Anda harus meneruskan pendakian melewati celah-celah tebing yang ada. Sungguh sangat mendebarkan dan penuh petualangan baru.
Harus ekstra hati-hati, Bagi anda yang takut ketinggian tidak disarankan mengikuti wisata petualangan. Sebab salah memijakkan kaki sedikit saja, plung, Jatuh ke jurang. Setelah sampai atas tebing,  Anda akan disuguhi pemandangan alam yang luar biasa. Hamparan sawah, rumah-rumah penduduk, gumuk-gumuk (batu besar) yang berjejer, sungai, hutan, dan gunung-gunung diseberang sana, bahkan pantai utara juga terlihat jelas dari atas tebing Ondo Plating.
Penasaran? Silahkan berkunjung ke Ondo Plating dan uji adrenalin Anda. Jangan lupa, bawa bekal makanan secukupnya, terutama air, karena di area ini tak ada penjual makanan atau minuman.
2. Ondo Nyikut
Setelah berhasil menaiki tebing Ondo Plating, Anda bisa meneruskan petualangan menuruni Ondo Nyikut.  Jarak antara Ondo Nyikut dengan Ondo Plating kurang lebih 300 meter.
Dari atas tebing , Anda dapat berjalan kearah selatan atau kiri. Berjalan di tepian tebing sungguh pengalaman yang tak terlupakan. Desa-desa di bawah tebing terlihat sangat jelas, dekat dan hijau. Eit,… jangan terlalu pinggir, takut terjatuh, apalagi yang takut ketinggian.
Setelah berjalan sekitar 10 menit, Anda  menjumpai celah-celah tebing yang lain, itulah Ondo Nyikut (bentuknya siku atau sikut lengan). Yang ini lebih mudah dilalui, karena di samping celahnya lebih lebar, tangganya terbuat dari kayu jati yang lebih familier.
Tak terlalu tinggi (sekitar 15 meter), lebih landai. Akses untuk ke Ondo Nyikut adalah jalan setapak yang menanjak dengan kemiringan sekitar 40 derajat. Meski lebih bersahabat, Anda disarankan untuk tetap hati-hati, bila tidak, anda bisa tergelincir oleh jalan setapak yang lumayan licin.

3. Ondo Duwur
Secara harfiah berarti tangga yang tinggi. Terletak di tepian dusun Secang bagian selatan. Terbuat dari tangga kayu jati yang panjangnya kurang lebih 20 meter, yang “tersambung” dengan puncak bukit  yang cukup curam. Tangga ini   menghubungkan antara dusun Ngendut dan dusun Secang dan atau Mbogor.
Kalau Anda ingin menaiki Ondo Duwur  dari bawah  harus melewati dusun Ngendut (kira-kira 1,5 km dari dusun Medokan) ke arah barat.  Akses menuju Ondo Duwur berupa jalan setapak yang menanjak dengan kemiringan antara 30 sampai 45 derajat dengan panjang kurang lebih 750 meter dari jalan desa.
Bagi Anda yang tak terbiasa berpetualang, berjalan sejauh itu tentunya membutuhkan perjuangan ekstra, ngos-ngosan pasti. Tapi cukup imbang dengan penglaman yang diperoleh.
Di kanan kiri jalan setapak, banyak terdapat buah Srikaya (orang lokal menyebutnya Dlimo), dan bila Anda beruntung, banyak Srikoyo masak yang dapat dimakan sambil jalan. Tapi jangan lupa, minta izin yang punya bila ingin menikmati buah khas pegunungan tersebut.
Setelah capek menaiki tanjakan setapak, Anda akan sampai pada sebuah tangga kayu yang cukup tinggi. Naik Ondo Duwur harus sangat hati-hati, sebab, meski terbuat dari kayu jati, tangga ini terlalu sempit dan licin, apalagi setelah terguyur hujan.
Tapi percayalah, semua kelelahan dan pengalaman mendebarkan menaiki Ondo Duwur, akan hilang seketika begitu sampai di atas. Sama dengan pemandangan dari atas Ondo Plating, pemandangan dari atas Ondo Duwur tak kalah eksotisnya. Ladang-ladang petani terhampar di depan mata, hijaunya hutan Dermawuharjo, bahkan pemancar televisi Ngandong juga terlihat sangat jelas dari atas. Diiringi dengan hembusan angin pegunungan yang berhembus kencang, sangat sejuk dan tepat sekali bila Anda memutuskan membuka bungkusan makanan yang Anda bawa dari rumah.
4. Ondo Endek
Lokasi terakhir dari wisata petualangan kita di desa Bektiharjo adalah Ondo Endek. Sama seperti tangga-tangga yang telah saya sebutkan, ondo ini  merupakan akses jalan yang menghubungkan antara dusun Mbogor dengan dusun Ngendut.
Bila dibandingkan dengan ke tiga ondo tadi, Ondo Endek adalah tangga yang paling bersahabat. Karena, di samping aksesnya mudah, tangga ini juga tidak terlalu tinggi.
Jarak antara Ondo Endek dengan Ondo Duwur kurang lebih 750 meter. Secara umum, gambaran tentang tempat ini sama dengan ketiga ondo yang telah saya sampaikan di atas.
Tips:
Bila anda ingin berpetualang ke Watu Ondo, disarankan Anda memakai sepatu gunung, membawa bekal makanan  dan minuman secukupnya, memakai peralatan panjat tebing bila diperlukan.
Harus selalu berhati-hati di setiap lokasi yang  dilewati. Jangan memaksakan diri bila Anda tak punya nyali untuk menaiki atau menuruni  Watu Ondo. Keselamatan adalah prioritas.

Pesona Api Tak Kunjung Padam


Tak perlu jauh-jauh ke Madura bila anda ingin menyaksikan keajaiban alam Api Tak Kunjung Padam. Karena di Kabupaten Tuban, tepatnya di desa Maindu kecamatan Montong, juga terdapat sumber api abadi. Lokasinya terletak ditengah-tengah sawah dengan latar belakang bukit White Wall (dinding Putih) atau oleh anak-anak Pramuka dikenal sebagai Pesanggrahan Van Deer Plash.
Mendekati area api abadi, anda akan mencium bau gas yang cukup menyengat, seperti bau gas elpiji. Maklum, ditempat itu, kandungan gasnya cukup tinggi. Gas tersebut berasal dari panas bumi yng menguap keluar lewat celah-celah tanah, menyembul keluar dan terbentuklah api abadi. Kira-kira logikanya seperti itu.
Dilokasi api abadi, terdapat beberapa titik api, kurang lebih ada 8 titik. Sayang, permukaannya di plester semen. Seandainya plester semen yang menutupinya di keduk, pasti api yang muncul akan sangat besar. Tetapi karena di plester semen, maka api yang muncul tidak terlalu besar, tapi tetap saja ajaib dan menarik.
Api abadi Maindu merupakan tempat berkemah favorit bagi anak-anak pramuka, selain berada dilokasi yang dekat dengan air, hawa disana sangat sejuk. Maklum, tempat itu dikelilingi perbukitan yang menjulang tinggi dan memanjang.
Alasan lain adalah mereka gak perlu menyalakan api unggun untuk menghangatkan badan, cukup mendirikan tenda disekitar sumber api, sudah cukup memberikan kehangatan dan keceriaan bagi mereka.
Api abadi terletak kurang lebih 25 km dari pusat kota Tuban. Tepatnya desa Maindu kecamatan Montong. Dari kecamatan Montong kira-kira 20 menit perjalanan menggunakan mobil atau motor.
Disepanjang jalan menuju lokasi ini, akan akan disuguhi pemandangan alam yang sangat elok, jalan-jalan hutan yang rindang, teduh dan sejuk dengan latar belakang perbukitan nan hijau. Dan seperti jalan-jalan di kabupaten Tuban pada umumnya, akses jalan menuju api abadi juga sudah sangat mulus, berhotmik.
Jika masih ingin meneruskan petualangan, anda dapat berkunjung ke Pesanggrahan Van Deer Plash, yang terletak kurang lebih 1,5 km dari api abadi. Terlihat sangat jelas dari apai abadi, berupa dinding batu berwarna putih, dan dibawahnya terdapat kolam pemandian yang masih sangat alami serta dikelilingi oleh pohon-pohon besar berusia ratusan tahun. Maka, tak ada salahnya jika anda mengisi liburan anda dengan menikmati api abadi dan menikmati petualangan mendaki pesanggrahan van Deer Plash, di desa Maindu, Montong – Tuban. Liburan anda dijamin mengasyikkan.

Pemandian Bektiharjo Mencari Kesejukan Sumber Air Alami

Salah satu obyek wisata alam di Tuban yang selalu ramai dikunjungi adalah Pemandian Bektiharjo di desa Bektiharjo, Kecamatan Semanding. Letaknya sekitar 2 km ke arah selatan dari kota.

Di sini ada  2 sendang  (kolam) pemandian. Sendang Lanang (pemandian lakilaki) di bagian utara dan Sedang Wadon (pemandian perempuan) di sisi selatan. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu, pemisahan fungsi dua sendang peninggalan Raden Danur Wendo dari kadipaten Tuban itu (abad XIII),  hanya tinggal sebutan.
Sendang wadon sekarang  berubah fungsi menjadi kolam renang dengan standar nasional , pengunjung  bebas menggunakan kolam renang ini. Sementara  sendang lanang, kini menjadi tempat mandi yang sangat sejuk.
Airnya sangat jernih karena memang langsung dari sumber murni seperti air mineral aqua. Sangat menyegarkan. Biasanya para pengunjung setelah berenang, melakukan mandi bilas di sendang lanang.
Selain kolam renang untuk orang dewasa, pemandian ini juga menyediakan kolam renang untuk anak-anak.  Juga terdapat beberapa jenis alat permainan yang bisa dipakai setiap pengunjung.
Di  sendang ini banyak terdapat penjual makanan seperti bakso, mie ayam, rujak atau gorengan. Dan bila mau menyantap nasi ada depot yang menyediakan menu ayam panggang dengan cita rasa khas Bektiharjo. Pedas asin, rasanya khas Tuban!
Pemandian Bektiharjo, yang dikunjungi 100.000 orang pertahun ini dikelilingi oleh pohon-pohon yang sangat rindang. Wajar kalau suasana di tempat ini menjadi sangat teduh dan sejuk. Terdapat beberapa jenis pohon antara lain pohon beringin, randu alas dan beberapa jenis pohon hutan yang dilindungi.
Selain itu, salah satu keunikan dari tempat ini adalah keberadaan  kera yang jumlahnya tak terhitung seperti wisata Sangeh di Bali. Kera-kera tersebut cukup familiar dengan pengunjung, berjalan lalu lalang  untuk minta permen atau makanan lainnya.
Awas hati-hati, lengah sedikit saja kera-kera di sini biasanya sangat usil karena tiba-tiba mencopet kacamata, HP, dompet atau tas yang Anda bawa.   Tapi jangan khawatir karena barang-barang Anda akan diserahkan setelah  dibarter dengan makanan yang mereka inginkan.
Lokasi wisata mandi ini gampang dicari sebagaimana Gua Akbar. Dari Gua Akbar arah ke Barat atau tanya ke tukang becak, polisi maupun masyarakat sekitar pasti akan ditunjukkan karena populernya tempat ini. Pemandian Bektiharjo bisa ditempuh dengan motor atau mobil sekitar 15 menit dari pusat kota.
Atau kalau naik bus turun di perempatan pabrik Kapur (kondektur bus selalu berteriak turun Kapur Kapur, red) naik Andong atau angkutan kota jurusan Beti. Tarifnya Ankot Rp 3000 per orang sementara andong sekitar  Rp 50 ribu dengan penumpang maksimal 6 orang

Menikmati Keindahan Panorama Pantai Panyuran

Hujan rintik-rintik menyambut saat kotatuban.com tiba di Tempat Wisata Pantai Panyuran, Kelurahan Panyuran, Kecamatan Palang, Kamis (13/1). Sebenarnya ini bukan tempat wisata. Pemerintah Kabupaten Tuban belum pernah menetapkan pantai panyuran sebagai salah satu obyek wisata.
Bagian Humas Pemkab Tuban yang memberi informasi hal itu. Lokasi yang saat ini dijadikan tujuan wisata tersebut masih tercatat menjadi hak milik lima warga setempat.  Namun lewat Pemerintah Kelurahan, lima warga pemilik hak atas lokasi tersebut telah mengijinkan tanah seluas 9,3 hektar itu dijadikan tempat wisata.
Lokasi Pantai Panyuran tidak jauh dari pusat kota Tuban, hanya sekitar 4,5 Km arah Gresik. Anda bisa menggunakan kendaraan apa saja untuk menuju ke tempat ini. Jika Anda menggunakan Mobil Angkutan Umum (MPU) jurusan Tuban-Paciran, tidak perlu khawatir kelewatan karena semua sopir MPU di jurusan itu sudah tahu lokasi Pantai panyuran. Bahkan menggunakan becak pun tidak masalah. Agar lebih murah, naik mikrolet Lyn A atau B, turun di pertigaan manunggal, lalu oper becak yang banyak mangkal di tempat itu. Tapi tentu biayanya agak sedikit mahal, sekitar Rp 5 ribu-an.
Masuk ke lokasi Pantai Panyuran tidak dipungut tiket. Yang perlu Anda bayar
hanya parkir motor dan ponten (toilet), jika kebetulan Anda buang hajat. Namun karena tidak dipungut tiket, tak perlu kecewa jika di situ Anda tidak menemukan fasilitas yang memadai.

Tidak ada bangku-bangku untuk bersantai seperti layaknya di tempat-tempat wisata. Tidak ada gazebo atau payung. Yang ada hanya sebuah gubuk bambu tempat istirahat para nelayan. Selain itu, hamparan pasir dan perdu. Jadi Anda harus mempersiapkan alas duduk jika ingin bersantai di Pantai Panyuran tanpa harus khawatir kotor terkena pasir dan tanah.
Menurut Syafi’i, warga setempat yang mengaku sebagai salah satu ahli waris tanah di pantai itu, hampir tiap hari Pantai Panyuran dipadati pengunjung. Terlebih pada hari libur dan puasa. Ratusan pohon kelapa yang berjejer memenuhi pantai memang memberi nuansa teduh sehingga banyak yang membawa keluarganya berlibur ke tempat itu. Keteduhan itu pula yang menarik para remaja untuk bercengkrama di situ.
Saat kotatuban.com, berkunjung, setiap sudut terdapat pasangan muda-mudi yang sedang asyik menikmati suasana pantai. “ Tiap hari pemandangannya ya seperti itu. Kalau dihitung, 50 pasangan lebih setiap hari akan sampeyan temukan di tempat ini,” tutur Syafi’i.
Banyaknya pasangan muda-mudi yang berkunjung tersebut tentu menjadi perhatian tersendiri. Syafi’i mengatakan, dia dan para pemuda kelurahan setempat setiap waktu berkeliling mengontrol lokasi untuk mencegah terjadinya hal-hal yang melanggar susila. “ Alhamdulillah sampai saat ini belum pernah terjadi kasus pelanggaran susila di tempat ini,” tambahnya.
Satu jam lebih Syafi’i menemani kotatuban.com berkeliling ke seluruh lokasi. Lelah berkeliling, kami istirahat di sebuah warung minuman yang tersebar di seluruh sudut pantai. Ada sekitar 20-an warung kaki lima di tempat itu.
Menu andalannya tentu es kelapa muda, karena di pantai itu pohon kelapa menjadi tumbuhan dominan selain waru dan lainnya. Bagi yang tidak terlalu suka air kelapa muda, minuman lain juga tersedia, baik yang tradisional maupun yang sudah dikemas pabrik.
Tapi jangan mencari sea food. Di tempat itu belum ada penjual sea food kendati berada di tepi laut. Sebagai pengganti, Anda bisa menikmati rujak khas Tuban yang pedasnya minta ampun. Ada juga penjual nasi jagung khas Tuban plus minuman legen, es siwalan atau dawet siwalan. Harga tak perlu dikhawatirkan. Anda cukup merogoh Rp 4500 untuk es kelapa muda, Rp 3000 untuk rujak dan Rp 1000 untuk sebungkus nasi jagung.
Rohmah (28), pemilik warung tempat saya beristirahat bersama Syafi’I, mengaku sehari bisa memperoleh hasil Rp 30-45 ribu. Hari minggu dan hari libur pendapatannya malah bisa mencapai Rp 150-200 ribu sehari. “ Yang paling senang kalau ada yang kemah di sini, Mas. Saya pernah sampai dapat uang Rp 500 ribu sehari saja,” kata Rohmah.
Pantai Panyuran memang diplot sebagai bumi perkemahan oleh Pemkab Tuban. Saat liburan semester, ada saja sekolah yang mengadakan acara kemah di tempat itu. Bukan hanya sekolah-sekolah yang ada di Tuban, bahkan sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Lamongan, Bojonegoro, Blora dan Jombang sering pula berkemah di pantai ini.
Untuk bisa mengadakan acara kemah, sekolah cukup mengajukan surat ijin ke Kelurahan setempat. Oleh pihak kelurahan, pihak panitia dibebani biaya kebersihan dan keamanan. Jumlahnya tidak tentu, tergantung banyaknya peserta yang mengikuti acara kemah tersebut.
Diproyeksikan Menjadi Pusat Olah Raga Layar
Permukaan laut yang tenang bukan saja menarik dinikmati sebagai panorama alam yang menyuguhkan nuansa romantis, tapi juga menarik minat para atlet olah raga layar.
Dimjadi Haumeny, Ketua Persatuan Olah Raga Layar Seluruh Indonesia
(Porlasi) Pengcab Tuban mengatakan, pantai panyuran sangat cocok untuk olah raga layar. Selain arinya cenderung tenang, angin yang berhembus sangat baik, tidak terlalu kencang, juga tidak terlalu lembek. “ Kalau anginnya terlalu kencang perahu sulit dikendalikan, demikian juga kalau arinya lembek, “ jelas Dimjadi.

Usaha untuk menjadikan tempat itu sebagai pusat olah raga layar sudah dimulai. Secara rutin di tempat itu diselenggarakan lomba perahu layar tradisional, sejak 2007 lalu. Pesertanya pun cukup banyak dan bervariasi. Bukan hanya warga setempat yang turut serta, bahkan warga Lasem, Lamongan dan Gresik pun turut berpartisipasi.
Selain untuk kepentingan pembibitan atlet dan memasyarakatkan olah raga layar, kata Dimjadi, olah raga layar juga mampu menarik minat wisatawan. Terbukti saat diumumkan perahu layar milik Porlasi yang diparkir di situ bisa disewa, banyak pengunjung yang menyukainya.  Cukup Rp 5000 untuk bisa berlayar dengan perahu itu selama 30 menit, ditemani seorang pemandu.
Dimjadi mengatakan, rencananya, di Pantai Panyuran itu akan dibangun tempat sandar perahu layar wisata, dengan jalur Pantai Payuran-Pantai Boom. Tentang tiket, Dimjadi belum bisa menentukan.
kotatuban.com sempat mencoba perahu Porlasi bantuan Pemprov Jatim itu. Memang agak sulit mengemudikannya jika belum terbiasa. Namun beruntung, kurang dari 15 menit saya sudah agak bisa menyesuaikan diri dengan perahu berbahan fibber glass dengan layar tunggal tersebut.
Hingga menjelang sore, Dimjadi tak berhenti melayani pengunjung yang ingin
berlayar dengan perahu itu. Di ufuk barat mentari telah melorot hingga ke
pinggang pohon kelapa. Lembayung semburat di sela-sela mendung.

Sementara gerimis telah berhenti. Namun Pantai itu belum juga sepi. Anak-anak masih terlihat bermain di pasir, sedang di tepian, sekelompok remaja masih asyik bercengkrama. Syafi’i bilang pada saya sebelum berpisah, malam hari pun pantai itu tak pernah sepi. Dua buah lampu merkuri di pasang untuk penerang, ditambah belasan lampu neon. Selain untuk penerangan, juga untuk mencegah pengunjung melakukan perbuatan tidak pantas di tempat itu.

Pesona Pantai Tasikharjo

TUBAN. kotatuban.com- Bagi Anda yang menjalani usia remaja pada tahun-tahun 70-80-an, saya yakin pasti sangat mengenal tempat wisata Pantai Tasik Harjo. Pada masa-masa itu tempat wisata ini menjadi tempat favorit, terutama bagi pasangan remaja.
Hamparan laut yang seolah tanpa tepi dan pasir pantai yang putih berkilau saat tertempa sinar mentari, selalu menyuguhkan suasana romantis. Terutama saat matahari telah condong ke barat dan langit menjadi berwarna lembayung.

Suasana romantis itu tampaknya tetap bertahan hingga kini di Pantai Tasik Harjo. Kendati tempat wisata tersebut saat ini tinggal puing-puingnya, pantai Tasik Harjo yang secara administratif masuk  wilayah Desa Sugihwaras, Kecamatan Jenu itu, masih banyak dikunjungi, terutama pasangan muda-mudi.
“ Kalau hari minggu atau hari libur yang datang malah lebih banyak, Mas. Bisa mencapai ratusan,” ujar Supatmi (47), seorang pemilik kedai di Pantai Tasik Harjo, saat kotatuban.com berkunjung, Minggu (9/1).
Supatmi menuturkan, Wisata Pantai Tasik Harjo dulu bahkan menjadi maskot kota Tuban. Luasnya mencapai 8-10 hektar dengan panjang sekitar 200 meter dari garis terluar pantai. Namun abrasi yang tak terbendung menyebabkan luasnya kian menyusut sepanjang waktu.
Puncaknya, pada saat terjadi gerhana matahai total bulan September 1983, air laut pasang melibas habis tempat wisata tersebut. “ Saya dulu kerja di rumah makan, di situ dulu tempatnya,” kata Supatmi menunjuk puing-puing bekas bangunan yang berserakan di atas pasir.
Sejak itu, lanjut Supatmi, pantai Tasik harjo semakin tak terawat , hingga hanya menyisakan lahan seluar kurang dari satu hektar saat ini. Di atas lahan yang tersisa itulah Supatmi dan sejumlah rekan seprofesinya melanjutkan usahanya.
Tidak lagi ada rumah makan. Sebagai gantinya, Supatmi dan rekan-rekannya
membangun kedai-kedai yang menyuguhkan menu kelapa muda dan bermacam minuman dan makanan lainnya.

Untuk menarik minat pengunjung, Supatmi membangun gubuk di belakang kedainya, persis di bibir pantai. “ Dulu kan banyak gazebo di sepanjang pantai ini untuk duduk-duduk menikmati panorama laut. Lha sekarang sudah rusak
semua, saya ganti gubuk-gubuk ini,” kata Supatmi.

Dari kedainya itu, Supatmi mengaku memperoleh penghasilan rata-rata Rp 80 ribu per hari. Jika hari minggu atau hari libur malah bisa mencapai Rp 200-300 se hari. Sebab selain pengunjung lokal yang kebanyakan pasangan muda-mudi, para pengguna jalan baik yang dari arah Semarang menuju Surabaya atau sebaliknya, seringkali menyempatkan singgah di tempat itu untuk beristirahat.
Letak pantai Tasik Harjo yang berada persis di sisi jalur lintas Sumatera-Bali
memang cukup strategis sebenarnya. Kendati kini tak seindah 30 tahun lalu, masih banyak orang yang tertarik menikmati panoramanya, walau hanya sekedar singgah untuk melepas lelah lantaran menempuh perjalanan jauh.

Hariyanto (42), pengunjung yang mengaku berasal dari Malang mengatakan, dari sekian tempat beristirahat di sepanjang jalur Pantura, pantai Tasik Harjo
termasuk tempat paling favorit.

Menurutnya, selain berada persis di sisi jalan raya, Pantai Tasik Harjo menyediakan tempat yang luas untuk bermain anak-anaknya. “ Anak-anak senang kalau mampir ke sini. Mereka bisa bermain pasir sepuasnya, mandi di laut sepuasnya,” kata Hariyanto.
Sayangnya, kata Hariyanto, pantai Tasikharjo kurang terawat, terutama
kebersihannya. Selain itu, tidak tersedia fasilitas cukup untuk keperluan
pengunjung. “ Di sini toiletnya nggak ada. Susah kalau mau buang air. Itu
buruknya,” ujar Hariyanto.

Karena sudah tidak lagi berwujud tempat wisata, singgah ke Pantai Tasik Harjo tak perlu membayar tiket masuk.  Parkir pun tidak dipungut retribusi, kecuali pada hari-hari tertentu saat pengunjung benar-benar banyak. “ Saat mudik dan arus balik lebaran selalu kebanjiran pengunjung. Untuk ketertiban dan keamanan, ya kita kenai retribusi parkirnya,” Kata Sugiyanto (39), warga setempat.
Sugiyanto sendiri berharap tempat itu dibangun kembali menjadi tempat wisata sehingga bisa lebih bisa memberi keuntungan ekonomis pada warga sekitar. “ Kalau dalam keadaan rusak begini saja pengunjungnya masih buanyak, apalagi kalau dibangun lebih baik lagi,” ujarnya berharap.
Informasi yang didapat dari Dinas Perekonomian dan Pariwisata Kabupaten Tuban, memang ada rencana menghidupkan kembali Wisata Pantai Tasik Harjo. Kepala Bidang Pariwisata Dinas tersebut, Abd.  Chafidz, mengatakan, Pantai Tasik Harjo telah ditetapkan sebagai lahan konservasi pantai.
Realisasinya, pantai tersebut akan disulap menjadi hutan kota dan diperluas areanya. Namun kapan pastinya pelaksanaan pembangunan hutan kota itu, Chafidz mengaku tidak tahu.

Klentheng Kwan Sing Bio


Jika anda pergi ke Surabaya dari arah barat (Jawa tengah atau Jawa Barat) dan akan pergi ke Gresik atau Surabaya, lewat kabupaten Tuban, anda pasti akan lewat di depan klentheng Kwan Sing Bio. Klentheng ini terletak di tepi jalan menghadap ke arah laut atau utara, tepatnya kira-kira 1,5 km dari terminal wisata Tuban atau 200 meter ke timur dari terminal lama. Hal yang paling mencolok dari keberadaan klentheng ini adalah Simbol Kepiting raksasa yang terletak di atas gerbang masuk klentheng, dan konon merupakan satu-satunya klentheng di dunia ini yang menggunakan simbol kepiting. Aneh memang. Tapi yang jelas, bukan tanpa sebab mengapa pendiri klentheng ini waktu itu memutuskan menggunakan kepiting sebagai simbol.
Menurut salah satu versi cerita yang penulis dapatkan,  penggunaan kepiting sebagai simbol diputuskan berdasarkan mimpi salah seorang pengurus klentheng waktu itu. Dalam tidurnya, pengurus tersebut bermimpi melihat seekor kepiting raksasa memasuki area klentheng. Dari mimpi itulah, akhirnya para pengurus klentheng waktu itu sepakat untuk menggunakan kepiting sebagai simbol . Justru simbol inilah yang kemudian menjadi ciri khas dan keunikan  tersendi ri bagi klentheng Kwan Sing Bio bila dibandingkan dengan klentheng-klentheng lain di seluruh dunia.
Klentheng Kwan Sing Bio merupakan klentheng terbesar se Asia Tenggara. Dibangun di atas lahan seluas kurang lebih 4 hektar. Dan di area ini pula sedang direncanakan untuk dibangun Pagoda yang terdiri dari beberapa tingkat. Selain sebagai tempat peribadatan, klentheng ini juga dipakai sebagai pusat kebudayaan masyarakat keturunan China. Berbagai atraksi kebudayaan kerap diselenggarakan di tempat ini. Pada perayaan hari-hari tertentu, pengunjung dari berbagai  daerah maupun propinsi bahkan turis asing, tumpah ruah menyaksikan atraksi kebudayaan yang ada. Lintas daerah, lintas propinsi, lintas negara bahkan juga lintas agama, semua larut dalam kemeriahan pawai budaya yang diselenggarakan klentheng tersebut. Beberapa acara  yang sering dirayakan di klentheng ini antara lain:
  1. HUT Kwan Ping Thay Tjoe (Imlik Go Gwee 13)
  2. HUT Kwan Sing Tee Koen (Imlik Lak Gwee 24
  3. Boo-Tho/Tjio-Ko (Imlik Jit Gwee 22)
  4. Sembahyang Tiong Djioe (Imlik Pak Gwee 15)
  5. Kwan Sing Tee Koen Sing Thian (Imlik Kau Gwee 9), dan
  6. HUT Tjioe Djong Tjiang Koen (Imlik Cap Gwee 29).
Pada hari-hari tersebut, dapat dipastikan suasana klentheng Kwan Sing Bio akan sangat meriah. Maka tak salah, kalau klentheng ini kemudian menjadi salah satu tempat tujuan wisata yang ada di kabupaten Tuban

Makam Sunan Bonang Tuban

Salah satu ikon wisata Religi di Tuban adalah makam Sunan Bonang. Seorang diantara 9 wali songo yang sangat terkenal di Tanah Jawa.
Menurut beberapa sumber, Makam sunan bonang terdapat di beberapa tempat. Ada yang mengatakan di dusun Bonang Lasem kab. Rembang-Jateng, di pulau Bawean kab. Gresik-Jatim, di desa Singkal kab. Kediri-Jatim dan di Kelurahan Kutorejo kab. Tuban-Jatim.
Tetapi diantara ke empat lokasi tersebut, Makam sunan Bonang yang terdapat di kelurahan Kutorejo Tuban adalah yang paling banyak di kunjungi peziarah, baik yang berasal dari dalam negeri atau turis asing.
Hampir tiap hari, terutama pada hari-hari libur, makam ini selalu dipadati oleh ratusan bahkan ribuan peziarah. Oleh karenanya, Pemkab Tuban merasa perlu untuk membuatkan satu terminal khusus bagi para peziarah, yang terletak kurang lebih 500 meter dari lokasi makam. Hal ini dimaksudkan agar pengaturan lalu lintas peziarah dapat lebih terfokus sehingga tidak menimbulkan kemacetan di beberapa ruas jalan yang lain.
Sunan Bonang atau yang bernama asli Raden Makhdum Ibrahim, dikenal sebagai salah satu penyebar agama islam di Jawa. Merupakan keturunan dari Raden Rahmat dan Nyi Ageng Manilo. Nyi Ageng Manilo sendiri adalah Putri seorang Tumenggung Majapahit yang bernama Arya Teja yang pada waktu itu berkuasa di Tuban.
Dalam melaksanakan dakwahnya, beliau selalu menggunakan cara-cara persuasif melalui pendekatan budaya lokal.  Sehingga menarik masyarakat sekitar untuk mengikuti ajakannya. Salah satu bukti pendekatan persuasive tersebut adalah Beliau menciptakan tembang Tombo Ati, yang sampai sekarang banyak dinyanyikan dan diaransemen oleh beberapa musisi tanah air.
Menurut cerita sejarah, dalam berdakwah, Sunan Bonang sering menggunakan media bonang (salah satu jenis alat music khas Jawa/gamelan). Ini bisa dimaklumi, karena pada waktu itu, jenis kesenian semacam wayang kulit dan tayub, yang semuanya menggunakan gamelan, sangatlah digemari masyarakat. Dan lewat kesenian itulah, sedikit demi sedikit, nilai-nilai Islam dimasukkan dan hal-hal yang menyimpang dari kesenian-kesenian tersebut perlahan-lahan dihilangkan.
Salah satu hal unik yang terdapat di makam Sunan Bonang dan bisa dianggap sebagai kenang-kenangan dari Beliau adalah adanya Tasbih Biji Pisang. Tasbih ini berwarna hitam, dan merupakan untaian biji pisang yang sudah dari sononya seperti sudah diiris dan diberi lubang. Buah pisang ini, kalau dikupas, isinya hanya biji-biji tasbih tersebut, nggak ada dagingnya. Begitu dikupas, anda tinggal merangkainya menjadi tasbih.  Ajaib bukan? Benar-benar ajaib.
Makam Sunan Bonang, terletak dibelakang Masjid Agung Tuban. Jalan masuknya melalui Gapuro yang terletak di pojok Barat alun-alun Tuban. Begitu memasuki area makam tersebut, akan akan menjumpai berbagai macam piring kuno yang tertempel di dinding-dinding area makam. Disana juga terdapat sebuah masjid tua yang dibangun oleh Sunan Bonang sendiri, namanya masjid Astana. Masjid ini, dulunya dipakai sebagai pusat dakwah Islam oleh Beliau.
Di depan masjid Astana, anda juga dapat menemukan peninggalan yang lain berupa tempat wudhu dari batu. Yang masih terawat sangat baik hingga saat ini.
Jika anda berkesempatan berziarah ke Makam Sunan Bonang, setelah dari makam jangan lewatkan kesempatan untuk menikmati kemegahan Masjid Agung Tuban dan juga keunikan Goa Akbar. Dua lokasi tersebut sangat dekat dengan komplek Makam, dan telah menjadi trade mark tersendiri bagi kota Tuban.

Goa Akbar Yang Misterius

Gua Akbar salah satu tujuan wisata di kota Tuban, Jawa Timur (sekitar 100 km dari Surabaya) menyimpan misteri yang dalam. Sedalam gua yang panjangnya 1,2 km  mulai dari bawah Pasar Baru Tuban sampai ke pantai Boom di Laut Jawa.
Di gua ini mengalir air jernih, sungai di perut bumi, yang setiap tahun dikunjungi setidaknya 250.000 orang wisatawan dari dalam dan luar negeri. Gua dengan stalakmit dan stalaktit ini memang penuh dengan kejutan kejutan yang  mengagumkan.
Di gua ini tercatat sebagai tempat sembunyi Brandal Lokajaya yang akhirnya menjadi Sunan Kalijaga yang sakti itu. Murid Sunan Bonang yang juga putra Adipati Tuban Wilwatikta berjuluk Raden Sahid ini yang mempopulerkan gua yang semula bernama Luweng Ombo (goa lebar)  dengan nama Gua Akbar.
Nama ini jadi populer ketika Sunan Bonang yang terkagum-kagum dengan gua besar dan panjang serta indah itu dengan seruan Allahu Akbar Alllahu Akbar (Allah maha besar).
Apapun namanya yang  kebetulan gua ini berada di desa Ngabar kecamatan Semanding atau desa Abar, gua yang dalam sejarah pernah untuk melatih fisik pasukan Ranggalawe (salah satu adipati Tuban). Dan gua mempunyai koleksi  dengan ornamen-ornamen asli buatan terbentuk karena alam.
Ada Andong Tumpak sebagai tempat pertapaan Sunan Bonang dengan batu yang menggantung. Yang lainnya Sendang Tirta Merta kolam air kehidupan dan Sendang Hawan Samudra lorong yang tembus ke pantai utara, sekitar 1 km panjangnya.
Di sini juga ada ruangan Songgo Langit, yaitu ruangan dimana kita bisa melihat langit dari dalam goa. Di sisi lain ada peninggalan bersejarah prapen Empu Supa untuk membuat senjata.
Di dalam gua juga bisa dilihat Gawang Marabaya. Sebuah lorong sepanjang 20 meter yang bila kita masuk ke dalamnya bisa dilihat sumur yang dalamnya sekitar 14 meter. (saat ini dilindungi pagar pengaman). Dalam sejarah tercatat lorong ini untuk persembunyian Sunan Bonang ketika dikejar kejar tentara Sam Poo Kong (tentara China) yang tidak senang beliau  menyebarkan agama Islam di sini.
Di tengah gua ini ada pendopo yang cukup luas yang dulu digunakan tempat pertemuan para wali. Dan terakhir menjelang ‘finish’ (pintu keluar gua) ada pasujudan Baitul Akbar bekas tempat sholat Sunan Bonang maupun sunan-sunan lainnya yang kini jadi mushola di bawah tanah.

Goa Suci

Merupakan salah satu situs peninggalan kerajaan Mojopahit. Terletak di dusun Suci, desa Wangun kecamatan Palang kabupaten Tuban. Nama goa ini diambil dari nama dusun setempat yakni dusun Suci, yang berarti bersih.
Dari luar, tempat ini tak begitu mencolok, itu pula sebabnya, saat penulis mencari tempat ini, harus beberapa kali bertanya pada penduduk setempat.
Satu-satunya papan penunjuk adalah papan nama goa yang terletak kurang lebih 20 meter dari lokasi goa berada.Dari jalan, tak terlihat ada sesuatu yang istimewa, bahkan akses jalan menuju goa ini pun hanya berupa jalan setapak di pematang kebun.
Tetapi anda jangan salah sangka, karena begitu anda mendekati tempat ini, akan segera terlihat dinding-dinding batu menyerupai bangunan yang telah runtuh. Batu-batu itu, sepertinya memang sengaja dipahat.
Pada hampir semua dinding, bekas-bekas pahatan tersebut tersusun teratur membentuk garis berlapis-lapis.
Ada banyak lorong dilokasi goa ini, ada yang terhubung ada pula yang buntu. Ruangan di beberapa lorong sangat luas, cukup terang karena cahaya matahari bisa masuk. Tetapi ada juga ruangan goa yang tampak temaram bahkan gelap. Ruangan itulah yang menurut juru kunci, Nuradji (60 th), sering digunakan oleh para lelaku spiritual untuk melakukan meditasi.
Pada malam-malam tertentu, goa ini sering dikunjungi mereka yang gemar melakukan meditasi. Kebanyakan berasal dari luar kota, misalnya Bojonegoro, Lamongan, Mojokerto bahkan ada juga yang berasal dari Surabaya.
Untuk keperluan ini, goa ini memang terasa sangat cocok, disamping suasananya hening, juga ruangannya cukup luas dan bersih.
Tetapi bagi anda yang hanya mencari hiburan saja, tempat ini juga tak kalah menarik dibanding goa-goa lain. Warna-warni pada dinding-dinding goa yang merupakan kreasi alam adalah pemandangan sangat indah. Sangat cocok untuk mereka yang hoby fotografi.
Menurut penuturan juru kunci, goa ini dulunya cukup dalam, sekitar 14 meter. Endapan lumpur yang dibawa air saat hujanlah yang menyebabkan goa ini terlihat dangkal. “Dulu, untuk masuk lorong goa nggak perlu membungkuk mas, tapi karena terendam lumpur, tempat ini agak dangkal,” kata juru kunci tersebut.
Nuradji mengatakan, seandainya lapisan lumpur tersebut di keruk, tentu ruangan goa akan semakin luas, dalam dan lapang. Tetapi sayang, pemerintah sepertinya abai terhadap tempat ini. Yang lebih menyedihkan lagi, lokasi goa ini berada statusnya adalah tanah milik perseorangan. Padahal, dari papan nama jelas terbaca bahwa goa ini adalah situs bersejarah, dan karenanya harus dilindungi.
Jika anda igin berkunjung ke goa ini, ada dua jalan yang bisa ditempuh, yakni dari Palang atau dari kecamatan Widang.
Dari pusat kota Tuban, kecamatan Palang berjarak sekitar 12 km. Dari pasar Ngaglik (kecamatan Palang) anda belok kanan melewati jalan kampung yang menghubungkan kecamatan Palang dengan kecamatan Widang.
Jarak antara pasar dengan desa Wangun (lokasi goa), sekitar 15 menit kendaraan bermotor. Dan bagi anda yang dari kecamatan Widang, dari SPBU Compreng, ke arah utara melalui desa Mrutuk dan desa Mlangi. Perjalanan menuju lokasi goa membutuhkan waktu sekitar setengah jam.
Sebelum sampai di lokasi goa, anda akan melewati hutan dan persawahan. Jika bingung, jangan ragu untuk bertanya pada orang-orang yang anda jumpai. Pada umumnya, penduduk desa sangat ramah.

Yang menarik dari Goa Suci ini :
1. Situs kerajaan Majapahit yang masuk suaka purbakala dan dilindungi undang-undang, terjaga baik.
2. Goa batu ini terbentuk karena digali oleh orang-orang sakti yang mengambil batu kumbung (semacam batu bata) untuk membangun kerajaan Majapahit di desa Trowulan – Mojokerto. Bekas-bekas nampak jelas terpotong rapi dan bersap-sap.
3. Goa dengan kedalaman 14 meter dengan empat ruangan ini akan terang benderang pada jam 12.00 (matahari tepat di atas kepala). Selebihnya goa ini akan kembali temaram, nampak indah dan syahdu.
4. Ada satu ruangan namanya Jurang Wayang. Nampak pahatan wayang sosok Raden Harjuna.
5. Tempat yang pas bagi yang suka meditasi atau laku spiritual.

Jadi, jika ada kesempatan berlibur, jadikan goa suci sebagai tujuan wisata anda.

Pesona Air Terjun Nglirip

Tak akan ada yang membantah bila dikatakan Nglirip sangat menawan. Obyek wisata yang terletak di kecamatan Singgahan, 20 km dari kota Tuban, sungguh sangat layak untuk dikunjungi.  Udaranya sangat sejuk dan bebas polusi. Maklum, disamping letaknya di dataran tinggi, juga pohon-pohon tua disekelilingnya masih cukup lebat.
Berjalan diantara pohon-pohon besar dengan jalanan yang berkelok-kelok sungguh merupakan pengalaman tak terlupakan. Apalagi jika anda sudah melewati Kerawak, wow man,… funtastik. Pohon2 besar dengan sungai yang mengalir jernih dibawahnya akan menggoda anda untuk istirahat sejenak. Sangat natural. Ada sumber air pegunungan disitu, juga sungai-sungai yang mengalir, batu-batuan sungai yang eksotis. Sangat pas untuk berlibur.
Pada hari minggu atau hari libur, suasana tempat itu sangat ramai. Mereka datang dari berbagai daerah, baik dari Tuban sendiri atau luar kota. Bahkan, Rhoma Irama pun juga kepincut dengan tempat itu. Sehingga menggunakannya sebagai lokasi shooting salah satu filmnya.
Maka tak salah kiranya bagi siapapun anda dan darimanapun, yang ingin berlibur ke Tuban, saya menyarakan untuk mengunjungi Nglirip.
Sambil menikmati gemuruh air terjun dan putihnya buih-buih air yang terpercik dari dasar sungai, anda juga dapat menikmati pedasnya rujak khas singgahan atau segarnya es kelapa muda. Bila ingin turun ke bawah air terjun, anda akan menjumpai cerukan yang sangat dalam. Tidak disarankan anda untuk mandi, karena cukup berbahaya. Tapi jika anda memaksakan untuk mandi, mandi saja ditepi cerukan, lebih aman.
Tulisan ini sengaja tidak menyinggung beberapa legenda yang terkait dengan Nglirip. Biarlah itu menjadi domain para sejarawan. Yang penting, bagaimana nglirip, sebagai sebuah obyek wisata dapat terkenal, bahkan sampai luar kota.
Perjalanan menuju nglirip dari pusat kota Tuban, memerlukan waktu sekitar 1 sampai 1,5 jam menggunakan mobil atau motor. Dari Bojonegoro sekitar 2 jam, sedangkan kalau dari jatirogo, hanya butuh waktu sekitar 45 menit.
Jalan menuju ke lokasi sangat mulus dan sangat terawat. Karena merupakan jalur poros yang menghubungkan kecamatan montong dan singgahan. Bila anda dari Tuban, anda juga akan melewati  Goa Putri Asih dan guwo terus.
Guwo terus merupakan nama salah satu desa di kecamatan Montong. Di sini anda akan menjumpai jalanan berkelok membelah tebing-tebing batu yang cukup tinggi. Setelah itu, rindangnya hutan Jati akan menyambut anda sepanjang kurang lebih 10 menit perjalanan. Dan ketika anda sampai di tikungan yang cukup tajam, artinya anda telah sampai di Kerawak. Mau istirahat sambil menikmati keindahan sungai dan segarnya air pegunungan? Disitulah tempat yang pas. Atau bila anda memutuskan untuk lanjut, lokasi nglirip 7 menit dari situ.
Sebenarnya, air terjun nglirip berasal dari sungai (baca: sumber air) kerawak, yang panjangnya sekitar 1,5 km dari nglirip. Oleh Pemerintah, sungai tersebut dimanfaatkan untuk pengairan. Makanya di atas nglirip, anda akan menjumpai jembatan kecil dan pintu air. Sungai tersebut mengalir sepanjang tahun, tak pernah kering meskipun musim kemarau. Makanya, pertanian di daerah sekitar nglirip dan sepanjang sungai yang mengalir di bawahnya dapat dilakukan sepanjang tahun, 3 kali panen. Sehingga, secara ekonomi, penduduk sekitar nglirip nampaknya cukup sejahtera. Ini dapat terlihat dari rumah-rumah penduduk yang rata-rata cukup bagus.
Bila anda hendak berkemah di Nglirip atau kerawak, saya sarankan untuk melakukan pemberitahuan atau minta ijin kepada petugas atau perangkat desa. Selain untuk menjaga dan memantau keberadaan anda, juga untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

Berlibur Sambil Berobat di Pemandian Air Panas Prataan

Memilih tempat berlibur keluarga di akhir pekan memang gampang-gampang susah. Namun, jika ingin merasakan suasana liburan plus, tak ada salahnya anda berkunjung ke Wana Wisata pemandian air hangat Prataan yang terletak di Wukirharjo, Kecamatan Parengan, Kabupaten Tuban.
Selain panoramanya yang bagus karena berada di tengah hutan jati, pemandian Prataan merupakan salah satu lokasi wisata yang cocok untuk mengajak anak-anak bermain air di area alam terbuka. Sambil menemani anak-anak, para orangtua dapat memanfaatkan air panas langsung dari sumber alam yang bermanfaat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Ya, sebagian besar sumber air panas yang ada di pulau Jawa ini memang terletak di pegunungan, namun hanya satu sumber air panas yang berada di perbukitan di tengah hutan jati. Yakni sumber air panas Prataan yang terletak di sebelah selatan berjarak sekitar 40 kilometer dari pusat kota Tuban.
Setiap hari, ratusan orang dari berbagai daerah datang ke sana. Ada yang datang untuk sekedar berekreasi, ada yang berkemah dan yang memang ingin berlibur sambil mencari obat dengan berendam di dalam air panas yang mengandung belerang. Penyakit pegel linu, rematik, encok, penyakit kulit, struk, dan sejumlah penyakit lainya diyakini bisa sembuh setelah mandi di sumber air belerang itu.
Seperti yang diungkapkan Siti, warga asal Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. Setelah beberapa waktu lalu dirinya bersama keluarga datang ke Prataan, ia pun mengaku merasakan dampak positif setelah berendam di air panas itu. “Karena itu, kami datang lagi ke Prataan untuk berlibur bersama keluarga,” katanya yang datang mengendarai sebuah mobil Bison bersama keluarga.
Diceritakan, tujuan utama kedatangan mereka adalah mengajak anak-anak berekreasi di akhir pekan. “Kita memilih ke sini karena sekalian pengen merasakan khasiat air panas. Makanya, selain mengajak akan-anak, kita juga membawa keluarga yang sedang terkena stroke. Siapa tahu nanti bisa sembuh setelah menjalani pengobatan alternatif dengan air panas,” ungkapnya. “Sebab, banyak teman yang mengaku sudah berkurang penyakitnya setelah beberapa kali mandi di Prataan,” imbuh wanita berjilbab ini.
Hal senada juga diungkapkan Supandi, juga warga Paciran yang berangkat satu rombongan bersama Warsidik dan belasan keluarganya. Menurut kakek yang sudah menderita stroke selama tiga tahun ini, dia merasakan agak enakan setelah kakinya dicelup dan dimandiin dengan air panas Prataan. “Saya sudah beberapa kali ke sini. Sebab, seperti ada penyembuhan setelah mandi air panas,” imbuhnya sesaat setelah keluar dari tempat pemandian yang dibuat per kamar, layaknya kamar mandi umum tersebut.
Sementara itu, di sisi lain terlihat banyak anak-anak kecil sedang asyik berenang rame-rame di kolam renang terbuka sambil ditemani ibunya. Sesekali, mereka keluar dari kolam air dingin asli sumber air alam yang berada di antara ribuan pohon jati itu untuk mencicipi air panas yang ada. Tapi, karena masih kecil, air panas yang disediakan juga harus dicampur lebih banyak air dingin agar mereka kuat.
Rahmat, salah satu petugas di wana wisata Prataan membenarkan bahwa selama ini banyak sekali orang yang datang kesana setelah mendengar khasiat mandi air panas. Tapi, menurutnya, pihak pengelola tidak bisa menerima orang yang berpenyakit kulit seperti kusta dan sebagainya. “Kalau untuk penyembuhan penyakit kusta ada tempatnya sendiri. Dan Prataan tidak menerima pengunjung yang berpenyakit sejenis itu,” jawabnya.
Dikatakan, lokasi pemandian air panas sengaja di buat per kamar untuk menjaga privasi masing-masing pengunjung. Selain itu, juga untuk menjaga kebersihan pemandian. “Air panas yang dialirkan ke bak mandi itu langsung dari alam. Dan setelah dipakai, langsung dibuang supaya tetap bersih. Baru, jika ada pengunjung mau masuk, air diisi lagi dan dikosongkan lagi setelah pengunjung selesai berendam,” imbuhnya.

Pemandian Bektiharjo Layak Dijadikan Primadona Wisata

Obyek wisata Pemandian Bektiharjo layak dijadikan primadona wisata Tuban. Demikian menurut Kepala Unit Pelaksana Tehnis Daerah (UPTD) obyek wisata, Dinas Pariwisata dan Perekonomian Kabupaten Tuban, Sumanto.
Alasannya, obyek wisata yang berada di Dusun Krajan, Desa Bektiharjo, Kecamatan Semanding tersebut masih tetap menjadi tujuan wisata utama bagi wisatawan yang berkunjung ke Tuban. “Pemandian Bektiharjo hampir tidak pernah sepi, terutama pada hari libur,” kata Sumanto, saat dikunjungi kotatuban.com di kompleks pemandian Bektiharjo, Selasa (21/12).
Sumanto mencatat, rata-rata pengunjung berkisar 400-500 orang per hari pada hari-hari biasa. Hari Minggu dan hari-hari libur lainnya, pengunjung tempat wisata yang terkenal dengan kera-nya tersebut bisa mencapai 3000-3500 orang.
Jumlah yang cukup besar bagi sebuah tempat wisata yang hanya seluas 1,5 hektar. Jarak yang tidak terlalu jauh dari pusat kota Tuban, ditambah akses jalan yang baik menjadi factor masih banyaknya pengunjung di tempat wisata tertua di Tuban ini.
Jarak dengan pusat kota hanya 5,6 KM, dan bisa ditempuh dari berbagai
jurusan. Bahkan pengunjung dari wilayah selatan seperti Grabagan, Rengel, Soko, Bojonegoro, Ngawi hingga Mediun, tidak perlu lagi berputar ke kota Tuban dahulu karena akses jalan Tuban-Bojonegoro melalui Bektiharjo sudah sangat layak.  Hanya saja, belum ada transportasi umum yang melewati jalur tersebut sehingga para pengunjung harus menggunakan kendaraan pribadi atau carteran bila hendak ke Bektiharjo.
Sumanto berharap, ke depan Pemerintah segera membuka jalur angkutan umum Tuban-Bojonegoro melalui Bektiharjo. Sumanto yakin, jika jalur transportasi umum tersebut telah dibuka, pengunjung Bektiharjo akan meningkat pesat.
“Angkutan umum yang ada baru dokar dan colt Pick-up. Itupun tidak bisa dipastikan, karena di sini tidak ada terminalnya. Kadang kasihan ada pengunjung yang menunggu berjam-jam baru dapat tumpangan ke kota,” tuturnya.
Selain sarana transportasi umum yang belum maksimal, lanjut Sumanto, beberapa fasilitas dalam lokasi wisata pun perlu dibenahi, terutama kolam renangnya. Selama ini yang menjadi daya tarik tempat wisata tersebut tinggal kolam renang. Ada tiga kolam renang di tempat wisata Bektiharjo. Satu kolam renang utama, kemudian kolam pemandian umum yang sering disebut Sendang Widodaren, dan dua kolam renang untuk anak-anak.
Sebetulnya mascot tempat wisata Bektiharjo bukan kolam-kolam itu, tetapi kera. Di tempat wisata tersebut dahulu terdapat banyak kera jinak. Kera-kera itulah yang mampu menimbulkan daya tarik sehingga Pemandian Bektiharjo tetap ramai dikunjungi pelancong, kendati nyaris tidak ada hal yang menarik di tempat itu.
Namun dua tahun terakhir, kera-kera tersebut sudah jarang terlihat. Sumanto
mengatakan, jumlahnya kini tinggal 9 ekor. Padahal dulu hingga mencapai 60-an ekor. “ Beberapa ekor mati karena tua, selebihnya bermigrasi ke tempat lain karena diusir warga sekitar. Kera-kera itu sering membuat resah warga karena jumlahnya yang terlalu besar sedang tempat penampungannya hanya segini,” dalih Sumanto.
Untuk menjaga kelestarian kera-kera tersebut, saat ini ditetapkan aturan
dilarang mengganggu apalagi menyakiti atau membunuh kera yang ada di lokasi wisata itu. Apabila kedapatan melanggar, Sumanto mengatakan, pihaknya tidak segan member sangsi. Namun ia tidak menyebut, sangsi apa yang akan diberikan pada pengunjung atau warga yang mengganggu  komunitas kera di tempat itu.
Sumanto mengakui, berkurangnya populasi kera memang sempat menurunkan angka pengunjung. Namun kendati tidak drastic, ia tetap berupaya mengembalikan populasi kera di lokasi wisata Bektiharjo, karena selain menjadi mascot tempat wisata itu, kera-kera tersebut diyakini telah ada sejak tempat itu dijadikan obyek wisata, tahun 1960-an lalu.
Menjadi Pelindung Sumber Air Bawah Tanah  Air Pemandian Bektiharjo yang jernih segar dan tidak pernah kering sepanjang musim tentu tidak hanya menjadi daya tarik bagi wisatawan.
Direktur Manggala Reksa Bhumi, sebuah LSM Lingkungan di Tuban, Munahar, menyebutkan Bektiharjo adalah salah satu dari ratusan sumber air bawah tanah yang ada di Tuban yang menjadi penopang kehidupan masyarakat. Tidak sebatas masyarakat di sekitar lokasi Bektiharjo, bahkan warga kota Tuban pun sangat bergantung pada air Bektiharjo.
“Warga Kecamatan Semanding dan Kecamatan Tuban sepenuhnya bergantung pada air Bektiharjo. Air dari sinilah yang mengaliri rumah-rumah warga di dua kecamatan itu, mengaliri ratusan hektar sawah di Desa Bektiharjo, Prunggahan, Tegalagung, Kelurahan Karang dan Desa Penambangan Kecamatan Semanding. Jadi perlu dijaga kelestariannya,” komentar Munahar.
Adanya obyek wisata di lokasi sumber air seperti Bektiharjo itu, sambung
Munahar, bias menjadi pelindung keberadaan sumber air tersebut. Namun bila tidak dikelola dan ditata dengan baik, yang terjadi justru sebaliknya.
Sejumlah pengunjung yang ditemui kotatuban.com sependapat. Zaki Tamani (24), warga Kecamatan Bancar, misalnya. Lelaki yang mengaku masih lajang ini berharap Pemkab lebih memperhatikan kondisi air Bektiharjo, bukan semata-mata mendulang pendapatan untuk mengisi kas Daerah. Zaki menengarai, debet air Bektiharjo menyusut beberapa tahun terakhir, kendati hujan terus mengguyur.

Dibuka, Pantai Boom Langsung Diserbu Pengunjung

Hari pertama dibuka, tempat wisata pantai Boom Tuban langsung dipadati ribuan pengunjung. Maklum, pembukaan perdana lokasi wisata yang berada di sebelah utara alun-alun kota ini bertepatan dengan perayaan libur tahun baru 2011. Terhitung, ada sedikitnya 3.000 pengunjung yang berjubal di pantai Boom sejak, Sabtu (1/1/2011) pagi hingga sore hari.
Pantauan kotatuban.com di lokasi menyebutkan bahwa para pengunjung tersebut berasal dari berbagai daerah di Kabupaten Tuban. Mulai dari kawasan kota, sampai dari sejumlah kecamatan di sebelahan selatan dan barat Tuban. Seperti Jatirogo, Soko, Grabakan dan sebagainya. Bahkan, ada beberapa pengunjung yang datang dari daerah Lamongan dan Bojonegoro.
“Pas liburan di Tuban. Kebetulan diajak oleh teman untuk melihat pantai Boom yang baru dibuka hari ini,” ujar Santi, salah satu penunjung dari Bojonegoro.
Karena hujan, sebagian pengunjung memilik balik pulang sebelum sampai puas menikmati panorama pantai dan berbagai suguhan wisata yang baru dibangun oleh Pemkab Tuban ini. Namun, sebagian lainya juga terlihat tetap bertahan di bawah guyuran hujan.
“Kalau tidak hujan, pasti jumlahnya lebih banyak dari ini. Soalnya, sudah banyak yang penasaran dengan Boom sejak mulai dibangun beberapa waktu lalu,” kata Kholil, warga Kota Tuban yang ikut mengunjungi Boom di hari pertama buka.
Sementara menurut Sumanto, Ketua pengelola tempat wisata pantai Boom, di hari pertama pembukaan pantai Boom, tercatat ada sekitar 3.000 pengunjung. “Jumlah ini terbilang lebih ramai ketimbang tempat wisata lainya. Seperti Goa Akbar ataupun Bektiharjo,” katanya.
Menurutnya, salah satu faktor utama yang menjadikan Boom banyak dikunjungi orang adalah tempatnya yang strategis. Dimana, para pengunjung makam Sunan Bonang atau warga yang sekedar ingin menikmati liburan di alun-alun Kota Tuban juga bisa dengan mudah untuk menikmati pantai Boom.
Dijelaskan, tiket masuk untuk pengunjung pantai boom hanya sebesar Rp 1.500 setiap orang. “Karena masih banyak fasilitas yang belum sempurna, saat ini tiket masuknya masih murah, hanya Rp 1.500 per orang,” sambungnya.

Potensi Pariwisata Tuban

Salah satu kota di pantai utara yang saat ini menjadi tujuan wisata adalah Tuban. Di sini banyak obyek wisata yang telah dipublikasikan setidaknya tujuh tujuan dan sebagian besar menjadi sumber pendapatan asli daerah dan mempunyai multi player efect yang sangat besar.
Di antara tujuan wisata yang potensial dan primadona adalah Gua Akbar yang dikunjungi sekitar 250.000 orang per  tahun dengan pendapatan lebih dari Rp 500 juta. Sedang primadona lainnya adalah makam Sonan Bonang yang setiap harinya dikunjungi rata-rata sekitar 3.000 orang.
Sementara pemandian (kolam renang) Bektiharjo mencapai setidaknya 100.000 orang per tahun dengan pendapatan Rp 200 juta setahun.
“Gua Akbar yang terus menerus dirawat dan dibenahi, tahun ini diperkirakan meningkat pengunjungnya sekitar 25 persen. Sedang Betiharjo yang kini menjadi kolam standar olahraga juga meningkat sekitar 10 persen,” kata Sumanto kepala UPTD Gua Akbar dan kolam renang Betiharjo.
Plt Kepala Perekonomian dan Pariwisata Tuban, Budi Wiyana mengatakan banyak tujuan wisata yang mampu menyedot wisatawan nasional maupun internasional di Tuban ini. Yang potensial antara lain Gua Akbar, makam Sunan Bonang, Masjid Agung, pantai Boom, pemandian Bektiharjo, klenteng Kwan Sing Bio dan klenteng Tjoe Lin Kong (Boom), serta wisata lainnya yang belum dikelola dengan baik sebanyak 5 lokasi.
“Tempat wisata yang belum maksimal dikelola tersebut berupa wisata petualangan perbukitan, air terjun Nglirip, Banyu Langseh, api tak kunjung padam dan beberapa gua alami serta kawasan pantai yang cukup bisa diandalkan,” katanya.
Ketua Umum TTID klenteng Kwan Sing Bio, Gunawan Putra Wirawan, juga menyebut klentengnya termasuk sebagai tujuan wisata karena  yang berkunjung di sini bukan hanya umat Budha, Kong Hu Chu atau pemuja Tao, (Tri Dharma) tetapi masyarakat lainnya.
“Dari dalam kota, luar kota (seluruh Indonesia) bahkan wisatawan mancanegara seperti Hongkong, Singapura, Taiwan dan RRC,” tambahnya.
Pengunjungnya setiap minggu rata-rata bisa mencapai 5.000 orang. Apalagi kalau liburan seperti sekarang ini klenteng ini ramai dikunjungi wisatawan. “Kami persilakan bagi umat Tri Dharma untuk sembahyang di sini sedang umat lain silakan lihat keindahan dan keunikan klenteng di sini,” kata Gunawan yang juga pengusaha supermarket ini.
Dampak ekonomi bagi tujuan wisata ini sungguh bagus bagi masyarakat karena pedagang kaki lima bisa menjual habis dagangannya, pedagang sovenir juga begitu.
“Ini positif sebagai pembuka lapangan kerja di Tuban dan tentu saja peningkatan perekonomiannya. Karena itu selain meningkatn obyek wisata yang sudah jalan, kami butuh promosi untuk tempat wisata yang belum tergali,” sambung Budi Wiyana.
Koordinasi dengan instansi lain misalnya dengan tempat wisata yang kawasannya dikuasai Perhutani, atau bahkan bila perlu ditawarkan kepada investor yang mau mengelola tempat wisata. Dan tentu saja dengan kompensasi  akses jalannya harus dibuat nyaman dan mudah dijangkau